SIDIK JARI DAN TEKNOLOGI INFORMASI



Kalau masing-masing lembaga menjalankan sistem pemeriksaan sidik jari sendiri, niscaya tujuan RUU Daktiloskopi tidak akan tercapai. Apalagi, sistem identitas kependudukan belum tertib.

Payung hukum daktiloskopi saja tidak cukup. Ia harus didukung tersedianya perangkat teknologi komunikasi informasi (Information Communication Technology/ICT). RUU Daktiloskopi harus merumuskan pemanfaatan database sidik jari dalam ICT sehingga fungsi daktiloskopi dapat lebih ditingkatkan. Daktiloskopi tidak bisa lagi hanya dipandang sebagai ilmu pengetahuan.

Harapan itu disampaikan kriminolog Adrianus Meliala ketika dimintai tanggapan seputar RUU Daktiloskopi. Sebagaimana diketahui, saat ini Dephukham tengah membahas kembali RUU yang mulai disusun sejak 2000 tersebut. Lebih lanjut, Adrianus berharap data sidik jari bisa difungsikan dengan baik untuk kepentingan kependudukan. “Jika sudah dimasukkan ke dalam sistem digital, bisa digunakan untuk data kependudukan,” ujarnya.

Menurut Guru Besar Kriminologi FISIP Universitas Indonesia ini berpendapat, pemeriksaan sidik jari yang dilakukan secara manual kurang bermanfaat dibandingkan secara digital. Itu sebabnya, kata Adrianus, di luar negeri daktiloskopi selalu dilengkapi ICT yang dikelola suatu lembaga.

Gagasan untuk menertibkan data identitas penduduk sebenarnya sudah diusung Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Tetapi, peraturan ini lebih menitikberatkan pada nomor induk kependudukan (NIK) yang berlaku seumur hidup. NIK dibuat setelah petugas mencatatkan biodata penduduk.

Sayang, administrasi kependudukan di Indonesia terbilang amburadul. Selama ini masing-masing lembaga mengumpulkan dan menyimpan sendiri sidik jari penduduk dan perhitungannya berbeda-beda. “Sangat kacau,” tegas Adrianus.

Padahal, identifikasi seseorang melalui sidik jari sangat penting. Dalam kasus-kasus terorisme, polisi sangat terbantu oleh identifikasi sidik jari di tempat kejadian perkara. Wewenang polisi mengambil sidik jari seseorang tegas diatur dalam pasal 15 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Pemerintah agaknya menyadari betul kondisi demikian. Itu sebabnya, Direktur Daktiloskopi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Dephukham Nazarudin Bunas berharap dengan payung hukum RUU Daktiloskopi, pengelolaan data sidik jari dan penggunaannya bisa dilakukan secara terpadu. “RUU tersebut merancang satu pusat lembaga daktiloskopi,” ujarnya.

Lembaga Daktilaskopi

Berdasarkan salinan RUU yang diperoleh hukumonline, kelak akan dibentuk Lembaga Daktiloskopi. Lembaga ini adalah instansi Pemerintah yang berfungsi sebagai pusat pembinaan dan penyelenggaraan daktilaskopi.

Meskipun ada Lembaga Daktiloskopi, kegiatan pengambilan dan rekam sidik jari tetap bisa dijalankan oleh instansi pemerintahan. Instansi dimaksud meliputi lembaga bidang penyidikan, keimigrasian, kependudukan, pemasyarakatan, atau instansi lain yang relevan. Syaratnya, instansi-instansi ini melaporkan hasil pengambilan dan rekam sidik jari kepada Lembaga Daktiloskopi.

Untuk memperluas jangkauan rekam sidik jari, di tiap provinsi atau kabupaten/kota dibenarkan mendirikan kantor unit pelaksana teknis. Pasal 3 RUU menyebutkan penyelenggaraan daktiloskopi dilaksanakan berdasarkan profesionalitas, pengetahuan ilmiah, dan kepastian hukum.



SELAMAT DATANG DI IDENT POLRES JEPARA BLOGSPOT.COM